alumnikampus.com – Pendidikan, penilaian pastilah ke sekolahan. Tempat untuk aktifitas belajar mengajar. Di Sekolah siswa dibekali ilmu pengetahuan persiapkan diri menjadi manusia berguna bagi bangsa, negara, keluarga serta dirinya.
Sadari atau tidak sadari. Kehidupan manusia saat ini bergantung ilmu pengetahuan dan teknologi, harus terus dikuasai agar berkembang pesat hingga lebih dari sekarang.
Surat Al Alaq ayat 1-5, Dengan Ilmu. anak adam mengetahui tidak diketahui.
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Namun sedikit sekali paham pendidikan itu. bagaimana cara pendidik mendidik generasi bangsa dan menghasilkan blueprint manusia unggul demi masa depan bangsa sesuai nation and character building. Cita cita para pendiri bangsa Negara Republik Indonesia.
Tulisan Bung Karno menitik beratkan peranan guru (pendidik/pemimpin).
Bung Karno berkata bahwa di zaman kebangunan, seharusnya setiap orang dapat menjadi pemimpin, pendidik, guru. Seorang guru mempunyai arti (peran) spesial pembentuk akal dan jiwa penerus bangsa.
“Satu bangsa akan kehilangan rasa peri kemanusiaannya dan tidak akan kembali untuk puluhan atau ratusan tahun, apabila guru-guru diperguruannya hanya tahu mengajar menulis dan menghitung saja. Hanya guru yang memiliki jiwa Kebangunan yang dapat “menurunkan” Kebangunan ke dalam jiwa anak”, pesan Bunga Karno bapak Proklamator Republik Indonesia.
Sosok guru diharapkan dapat berperan aktif mendidik bangsa sedang membangun dirinya ini. Para guru harus memiliki kemauan, himmah, cita-cita, wil dan dynamiek sesuai keinginan masyarakat zaman Kebangunan ini.
“Mereka harus mempunyai 3 (tiga) roh, yaitu: roh kerakyatan, roh kemerdekaan dan roh kelaki-lakian (kekesatriaan). Ketiga roh inilah yang harus menjadi dasar jiwa para guru, sebagai wahyu penghebat hidup, sebagai Wahyu Cakraningrat yang bersemayam di sukma mereka”, kata Ir. Soekarno, Presiden Pertama Negara Republik Indonesia secara tegas.
(Buku DBR jilid I Menjadi Guru di masa Kebangunan).
Mari kita merenungkan hal itu.
Mungkinkah semua bertanggung jawab kwalitas pendidik (guru) dan sistem didikkan pendidik. Bila pendidik menjalankan cara mendidik jauh arahan AmPeRa dan lebih condong sistem individualisme maka Nation Charracter building bangsa berBhinneka Tunggal Ika tidak terwujud.
Ki Hajar Dewantara mewariskan pesan tiga hal ke pendidik, pemimpin dan guru yaitu :
Ing Ngarso Sung Tulodo, artinya seorang guru (pemimpin/pendidik) harus mampu memberikan suri tauladan bagi siswanya.
Ing Madyo Mbangun Karso, artinya di tengah kesibukan guru (pemimpin/pendidik) harus mampu membangkitkan atau menggugah semangat siswanya.
Tut Wuri Handayani, seorang guru (pemimpin/pendidik) harus mampu memberikan dorongan baik secara moral, spiritual dan membangun kepercayaan diri siswanya.
Ungkapan bahasa Jawanya. “ingsun, Guru kudhu iso di ghughu lan dhitiru dhi wulang”, Artinya Anda, guru (pemimpin/pendidik) harus bisa menjadi contoh dan percontohan bagi muridnya sedang menuntut ilmu kepadamu.
Apakah mungkin ungkapan warisan Ki Hajar Dewantara dan ungkapan kata itu semua saat ini masih relevan?
Marilah kita kelapangan, bukankah teori harus sepadan dengan prakteknya. Mari menyapa mereka, pendidik (guru/pemimpin) dan sapa acara apa di luar pendidikkan telah guru agendakan.
Karena pemerintah fokus di dunia pendidikan.
Janganlah ada dusta!

Penulis

Andi Wijaya
Aktivis 1998
Alumni Universitas Bung Karno
Angkatan Pertama
BACA JUGA :  Tren Kembali, Tinggalkan Smartphone dan Ganti ke Ponsel Fitur

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *