Pergulatan GENEP DARA
Menuju Sosialisme Indonesia Antara Harapan dan Kenyataan.
4 Juli
2023 merupakan hari bersejarah yang terinspirasi dan tidak bisa dibantah bahwa ada korelasi dengan kelahiran Partai Nasional Indonesia (PNI). Dalam
evaluasi 18 tahun berdirinya organisasi kemasyarakatan Generasi Penerus Penyambung Lidah Rakyat atau disingkat GENEP-DARA didirikan sebagai organisasi
independent dengan Akta pendirian no ; 1 tanggal 4 Juli 2005 Notaris Putu Asti Nurtjahyati,SH
dan mendapat penetapan dari Depdagri no ; 97/D.III.3/VIII/2005.
Pendirian organisasi perjuangan ini digawangi oleh kaum muda yang
memproklamirkan diri sebagai poros Nasionalis-Marhaenis dan merasa terpanggil hati nurani oleh ibu
pertiwi untuk berbuat lebih baik bagi Bangsa dan Negara tercinta .
GENEP-DARA
mempunyai misi ideologis dan lahir sebagai bentuk keprihatinan atas amandemen UUD 45 yang
dilakukan oleh anggota DPR/MPR RI periode 1999-2004 . GENEP DARA menganggap bahwa DPR/MPR sudah pada
keblinger serta terjerumus dalam pengkhiatan kepada
amanat yang diberikan oleh rakyat.
GENEP DARA
dengan motto ; SEMUA buat SEMUA
artinya GENEP DARA berdiri bukan atas dasar kepentingan
pribadi / kelompok melainkan berdiri diatas semua kepentingan.
Dalam hal mencermati
perkembangan khusus pada momentum pemilihan umum GENEP DARA memandang bahwa :
Pemilihan
Umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan Negara Kesatuan di
Republik ini yang berdasarkan Pancasila
sebagaimana diamanatkan dalam UUD
45
Alinea keempat (4) pembukaan UUD 45 disebutkan secara jelas dan tegas
bahwa sistem demokrasi Indonesia adalah “ Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta untuk mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia “
Sila kempat dan kelima dalam satu kalimat
yang tidak dapat dipisahkan dan harus dibaca
dalam satu tarikan nafas.
Bahwa
dengan demikian dari Pemilu ke Pemilu yang
diselenggarakan di-era reformasi dan menggunakan UUD 2002 versi AMANDEMEN hal ini sangat bertentangan dengan Pemilu
sebagai sarana penyelenggara kedaulatan rakyat
sebagaimana dimaksud berdasarkan
Pancasila dan amanat UUD 45.
Bahwa keberadaan anggota legislatif sendiri memiliki kewajiban
melaksanakan tugas dan fungsi perwakilan rakyat melalui “ Hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan serta mewujudkan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia ,sebagaimana
tercantum pada aline ke-4 UUD 45.
PEMILU era Reformasi pemilihan Presiden secara
langsung dimulai sejak tahun 2004 dilaksanakan dengan serempak yang diikuti
oleh multi partai sekaligus menentukan anggota DPR, sedangkan untuk
individu memilih anggota DPD yang menyebabkan pengertian pemilihan langsung
rakyat pada hakekatnya jadi kabur.
Sifat kerakyatan pada penyelenggaraan kedaulatan
rakyat hilang dan sifat kerakyatan dalam perwakilan lenyap paska PEMILU. Artinya rakyat pasca
PEMILU sudah tidak memiliki kedaulatan politik lagi sebab dirampas oleh
kesewenangan Partai Politik dan Individu.
Presiden terpilih pun tidak bisa didukung penuh oleh kekuatan partai yang menguasai
mayoritas suara di DPR maka pasti
terjadi koalisi beberapa partai pemenang pemilu untuk mendukung pemerintahan
yang dibentuk oleh Presiden terpilih. Disini terjadi kerancuan ketatanegaran kita hasil
reformasi bahwa sistem pemerintahannya bersifat Presidensial namun dalam praktek berubah menjadi
Parlementer.
Presiden
terpilih sudah pasti menjadi sandera
koalisi partai-partai pendukung pemerintah sehinga parpol pendukung koalisi
menjadi lahan subur terjadinya sarang korupsi. Alokasi sumber daya Nasional habis terkuras hanya untuk sebuah
demokrasi karena dalam prakteknya semua dilakukan
secara transaksional.
MPR RI menurut UUD 2002 tidak menjadi lembaga tertinggi dalam
melaksanakan kedaulatan rakyat, MPR RI tidak lagi
bertugas meminta pertanggung jawaban Presiden
tetapi Tugas MPR RI versi UUD
baru 2002 hanya seremonial melantik Presiden
dan Wakil Presiden ,merubah serta
menetapkan Undang-Undang Dasar.
Bahwa perombakan sangat bertentangan dengan
Prinsip Dasar sebab sudah masuk keseluruh sistem ketatanegaran dan pemerintahan
Negara. Berdasarkan alasan tersebut diatas maka
DPP Generasi Penerus Penyambung Lidah Rakyat tetap komitmen tidak merasa
terikat dengan UUD versi Amandemen 2002.
Kendati demikian GENEP-DARA mengingatkan segenap
rakyat Indonesia untuk segera sadar dan bangun dari tidur demi menyongsong hari
esok yang lebih cerah serta jangan terlena dengan propaganda yang menyesatkan.
DPP GENEP DARA MENOLAK dengan tegas terkait wacana
pembangunan monumen patung Bung Karno oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat di area GOR Taman Saparua Bandung
karena Pembangunan Patung Sukarno tidak lebih sebagai
kamuflase untuk menaikan elektabilitas.
Apa arti patung Bung Karno yang diperkirakan mencapai
tinggi 20,3 Meter ?.
INGAT jasad serta tulang belulang Sukarno sebagai pendiri Bangsa hingga saat ini masih dikerangkeng/
dipasung dengan TAP MPRS No : XXXIII/67
dimana TAP MPRS tersebut dengan tegas menyatakan bahwa Bung Karno adalah sebagai Bapak Gestapu Agung hingga sekarang belum juga dicabut.
GENEP DARA memandang bahwa yang punya gagasan
tersebut sudah panik dan menghalalkan segala cara,ini Terlihat dengan kasat
mata bahwa semua penuh dengan PENCITRAAN dan sudah dipastikan mereka menjual nama besar Bung
Karno untuk kepentingan politis rutinitas lima (5) tahunan.
Nama besar Bung Karno hanya
menjadi komoditas politik yang pada prakteknya jauh panggang dari pada api.
Rakyat tidak perlu PATUNG
yang diperlukan adalah PERUBAHAN.
Terkait anggota maupun pendiri GENEP DARA ada
yang menyebar kedalam team pemenangan dari ke-tiga (3) kubu calon presiden hal itu hanya membawa nama pribadi
sebagai poros Nasionalis-Marhaenis yang pastinya bisa diterima dikubu manapun.
Adjat Sudrajat, SH
Sekjend GENEP DARA